Sie sind auf Seite 1von 118

FARMAKOKINETIK KLINIK

Prinsip Farmakokinetik Klinik

Apt. Andre Prayoga, S.Farm., M.Farm


PENDAHULUAN
Farmakokinetik merupakan istilah yang
menggambarkan bagaimana tubuh mengolah obat,
kecepatan obat itu diserap (absorpsi), jumlah obat yang
diserap tubuh (bioavailability), jumlah obat yang
beredar dalam darah (distribusi), di metabolisme oleh
tubuh, dan akhirnya dibuang dari tubuh(eksresi).
Lanjutan...
Farmakodinamik menggambarkan bagaimana obat bekerja dan
mempengaruhi tubuh, melibatkan reseptor, post-reseptor dan interaksi
kimia.

Farmakodinamik berkenaan dengan hubungan antara konsentrasi


obat pada tempat kerja dan respon farmakologik, yaitu intensitas dan
lama waktu efek merugikan.

Farmakokinetik dan farmakodinamik membantu menjelaskan


hubungan antara dosis dan efek dari obat.
DEFINISI
FARMAKOKINETIK KLINIK
Farmakokinetik klinik merupakan disiplin ilmu yang
menerapkan konsep dan prinsip farmakokinetik pada
manusia, bertujuan untuk merancang aturan dosis
secara individual sehingga dapat mengoptimalkan
respon terapeutik obat seraya meminimalkan
kemungkinan efek sampingnya.
Lanjutan…
• Farmakokinetik klinik merupakan aplikasi konsep
farmakokinetik pada dunia pengobatan di dalam
rangka membantu keberhasilan pengobatan.
• Bidang studi ini membicarakan tentang absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) obat
sebagai faktor penentu hubungan antar dosis dan
respon pada pasien (Shargel dkk,2005).
Istilah Penting dalam Farmakokinetik Klinik
C maks : kadar puncak obat di dalam darah, biasanya setelah
pemberian obat ekstravaskular.
Cp : Kadar obat didalam darah, plasma atau serum
Css : Kadar obat di dalam darah pada keadaan steady-state (tunak)
Cssmaks : Kadar maksimum obat didalam darah pada keadaan
(steady-state), setelah obat diberikan berulang (multiple dosing).
Cssmin : Kadar minimum obat didalam darah pada keadaan tunak,
setelah obat diberikan berulang (multiple dosing)
AUC : Area under the blood-concentration time curve (luas area
dibawah kurva kadar obat didalam darah terhadap waktu),
merupakan gambaran jumlah obat yang terabsorpsi dan berada
didalam tubuh.
DL : Dosis muatan, loading dose, priming dose, initial dose,
adalah besar dosis awal yang diberikan ketika memulai terapi
agar tujuan terapi lebih cepat tercapai.
DM : Dosis pemeliharaan, dosis berulang, dosis maintenance
untuk menjaga kadar obat di dalam darah konstan dan berada
dalam kisar terapeutik.
CL : Klirens merupakan jumlah pembersihan obat diseluruh tubuh.
Nama lain: klirens total, klirens sistemik.
T1/2 : (Waktu Paruh) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga
konsentrasi obat dalam darah berkurang setengah dari nilai awalnya.
Pengukuran t½ memungkinkan perhitungan konstanta kecepatan
eliminasi (Elimination Rate Constant (Kel ))
Kel : Fraksi obat yang ada pada suatu waktu yang akan tereliminasi
dalam satu satuan waktu (misalnya Kel = 0,02 menit-1 berarti 2% dari
obat yang ada dieliminasi dalam waktu satu menit.
DOA : Duration of action adalah durasi waktu dari lama kerjanya
obat.
Vd : volume nyata yang didalam suatu obat terdistribusi pada
kesimbangan. Volume distribusi bukan suatu volume yang
sebenarnya, tetapi adalah volume hipotesis cairan tubuh yang
diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada konsentrasi
yang sama dengan yang terdapat dalam darah.
• Jika Vd besar maka sedikit konsentrasi di dalam darah, lebih besar
di jaringan
• Jika Vd kecil maka banyak konsentrasi di dalam darah, lebih kecil
di jaringan
Vdss : Volume distribusi dalam keadaan tunak (steady-state)
terjadi setelah obat diberikan berulang, dimana terjadi
kesetimbangan obat di dalam darah dan jaringan.
F (bioavailabilitas) : atau biasa disebut ketersediaan hayati adalah
persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang
tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif
setelah pemberian obat, diukur dari kadarnya dalam darah
terhadap waktu atau ekskresinya dalam urin.
Kisar terapeutik : rentang antara kadar efektif minimum
(KEM; nilai ambang efek) dan kadar toksik minimum (KTM;
nilai ambang toksik). Pada umumnya obat menunjukkan efek
terapeutik jika kadarnya didalam darah berada dalam rentang
tersebut.
Onset : Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa
kerjanya, tergantung pada rute pemberian dan farmakokinetik
obat.
Durasi : adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi
MEC : minimum effective concentration adalah konsentrasi
obat terendah dalam plasma untuk memperoleh kerja obat
yang diinginkan.
MTC : Minimum toxic concentration adalah kadar minimal
obat yang tidak menimbulkan efek racun atau toksik.
TUJUAN
DAN
MANFAAT
Studi farmakokinetika klinik digunakan untuk
memeriksa absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi suatu obat yang masih dalam tahap
investigasi pada subyek yang sehat ataupun pada
pasien. Data yang diperoleh pada studi ini sangat
berguna untuk desain uji klinis. Data yang
diperoleh dari studi farmakokinetika klinik ini pun
dapat berguna untuk evaluasi keamanan obat dari
obat-obat baru. Saat ini, studi farmakokinetika
banyak dilakukan untuk pengembangan obat-obat
baru.
Manfaat penerapan farmakokinetika
bagi kepentingan penanganan penderita
adalah untuk tuntunan penentuan aturan
dosis (dosage regimen) yang
menyangkut besarnya dosis dan interval
pemberian dosis, terutama untuk
obat-obat dengan lingkup terapeutik
yang sempit seperti teofilina, digoksin,
fenitoina, fenobarbital, lidokain,
prokainamida dan lain-lain.
Dalam membahas mengenai sudi
farmakokinetika klinik, terdapat empat hal
yang penting yaitu meliputi Absorpsi,
Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi atau
biasa disingkat ADME
PROSES ADME
EFEK

Pasien
• Dosis
Obat • Cara pemberian
• Ketika suatu obat diberikan dengan cara ekstravaskular
(peroral, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, atau
melalui rektum) kepada pasien, maka obat akan mengalami
proses Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan Ekskresi
(ADME), sebelum ia mencapai reseptor (R).
• Obat akan berada di dalam sirkulasi sistemik dengan kadar
tertentu, kemudian menembus keluar dari pembuluh darah,
terdistribusi ke seluruh jaringan organ dan akhirnya berikatan
dengan reseptor pada sel membran. Ikatan obat dengan
reseptor ini kemudian memicu berbagai reaksi kimia di dalam
sel, sampai timbul efek obat .
OBAT

Pasien
Reseptor Efek
ADME

Usia, gender, kehamilan,


etnik, genetik, penyakit,
obesitas, polimorfisme,
interaksi obat
Faktor- faktor yang dapat mengubah ADME tersebut
diantaranya ialah usia, jenis kelamin, kehamilan,
etnik, genetik, berbagai kondisi patologik dan
polimorfisme yang berkaitan dengan ADME, obesitas,
obat atau senyawa kimia lain yang mampu mengubah
obat terapeutik (interaksi obat), dan waktu
penggunaan obat (ritme sirkadian). Adanya perbedaan
nilai farmakokinetik dan farmakodinamik (FK-FD)
antar subyek, walaupun masing-masing mendapat
obat dan regimen dosis yang sama, merupakan
permasalahan farmakoterapi dan memerlukkan
perhatian lebih cermat supaya pengobatan mencapai
hasil lebih optimal.
RUTE PEMBERIAN OBAT
Jalur Lain
Jalur lain termasuk inhalasi (misalnya anestetik
volatile), beberapa obat yang digunakan pada asma
dan topikal (misalnya salep). Pemberian obat secara
sublingual dan rektal digunakan untuk menghindari
sirkulasi portal, dan sediaan sublingual secara khusus
sangat penting dalam pemberian obat yang
mengalami metabolisme lintas pertama derajat tinggi.
ABSORPSI OBAT
Absorpsi adalah transfer suatu obat dari tempat
pemberian ke dalam aliran darah. Kecepatan dan
efesiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian.

Di dalam studi farmakokinetika klinik yang menilai


mengenai absorpsi, informasi mengenai kadar suatu
obat dalam darah menjadi penting, karena hal itu akan
berkaitan dengan cara pemberian obat. Kadar obat di
dalam darah tentu akan berbeda jika obat diberikan
secara oral dibandingkan dengan pemberian obat
secara intravena.
Ada beberapa mekanisme proses absorpsi
yaitu:
o Difusi pasif
o Transpor konvektif
o Transpor aktif
o Transpor fasilitas
o Transpor pasangan ion
o Pinositosis
Untuk menilai keefektifan obat memasuki sirkulasi sistemik,
tentu saja terdapat beberapa parameter yang harus dinilai
meliputi bioavailabilitas yaitu fraksi obat dalam bentuk
yang tidak berubah yang mencapai sirkulasi sistemik setelah
pemberian melalui jalur apa saja, laju absorpsi dan
banyaknya absorpsi.

Pada perbandingan cara pemberian oral dan intravena,


perhitungan bioavailabilitas dan rasio absorpsi menjadi
penting untuk mengklarifikasi pengaruh eliminasi lintas
pertama (first-pass effect) yang terjadi pada pemberian oral.
Untuk obat yang diberikan secara oral, bioavailabilitasnya
mungkin kurang dari 100% berdasarkan dua alasan utama:
banyaknya obat yang diabsorpsi tidak sempurna dan adanya
eliminasi lintas pertama.
Ketersediaan Hayati Obat
Ketersediaan hayati (bioavability;F)
merupakan faktor penting dalam
farmakoterapi. Selain tergantung dari sifat
obatnya, ketersediaan obat didalam tubuh
juga ditentukan (padat dan cairan), jalur
pemberiaan (per oral, rektal, intramuskular,
atau intravena), besar dosis dan lama
pemberiaan obat.
Lanjutan....
Sediaan obat yang paling kecil menimbulkan masalah
ketersediaan hayati ialah bentuk larutan, sebab obatnya
terdapat dalam bentuk yang siap diabsorpsi jika diberikan
peroral. Sediaan larutan yang diberikan per injeksi intravena
atau intramuscular, bukal atau sediaan padat micronized
yang diberikan melalui inhalasi (aerosol), ketersediaan obat
di dalam tubuh sama dengan besar dosis yang diberikan.
Namun jika obat diberikan per oral dalam bentuk sediaan
padat, ketersediaan hayatinya dapat bervariasi dari nol
sampai 100%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas
• Metabolisme first-pass pada hati
Bila suatu obat diabsorpsi melalui saluran cerna, obat masuk ke sirkulasi
portal sebelum ke sirkulasi sistemik. Jika obat tersebut dimetabolisme
dengan cepat oleh hati, jumlah obat yang tak berubah yang masuk
sirkulasi sistemik berkurang. Banyak obat, seperti propranolol atau
lidokain, mengalami biotransformasi yang hebat pada satu kali melewati
hati.
• Kelarutan obat
Obat-obat yang sangat hidrofilik kurang diabsorpsi karena
ketidakmampuannya menembus membran sel yang kaya lipid.
Sebaliknya, obat-obat yang sangat hidrofobik juga diabsorpsi kurang
karena tidak dapat masuk ke permukaan sel-sel.
• Tidak stabil secara kimiawi
Beberapa obat, seperti penisilin G, tidak stabil dalam pH isi
lambung. Yang lainnya, seperti insulin bias dihancurkan dalam
saluran cerna oleh enzim-enzim.
• Sifat formulasi obat
Absorbsi obat bias diubah oleh factor-factor yang tidak
berhubungan dengan sifat kimia obat. Sebagai contoh, ukuran
partikel, bentuk garam polimorfisme kristal, dan keberadaan
eksipien dapat mempengaruhi kemudahan pemecahan obat, dan
karena itu, mengubah kecepatan absorpsi
DISTRIBUSI OBAT
Distribusi obat adalah proses suatu obat secara reversible
meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan
ekstrasel) dan/atau ke sel-sel jaringan.
Kecepatan aliran darah kapiler jaringan sangat bervariasi
sebagai akibat dari distribusi output jantung yang tidak sama
ke berbagai organ. Aliran darah ke otak, hati dan ginjal lebih
besar daripada aliran darah yang ke otot rangka., sedangkan
jaringan adipose tetap mempunyai aliran darah yang
lebih sedikit.

Volume Distribusi yang Nyata
Suatu obat jarang berhubungan dengan hanya satu
kompartemen cairan tubuh. Sebaliknya, sebagian besar
obat terdistribusi kedalam beberapa kompartemen,
sering berikatan dengan komponen-komponen sel,
misalnya lipid (sangat banyak dalam adiposit dan
membran sel), protein (banyak sekali dalam plasma
dan didalam sel-sel) atau asam nukleat (banyak
didalam inti sel). Oleh karena itu, volume obat
terdistribusi disebut volume distribusi yang nyata atau
Vd.
Distribusi obat tanpa adanya eliminasi

Distribusi obat bila terdapat eliminasi
Dalam kenyataan, obat-obat
dieliminasikan dari tubuh, dan suatu
grafik konsentrasi plasma versus waku
menunjukkan dua fase. Penurunan
mula-mula dalam konsentrasi plasma
disebabkan oleh suatu fase distribusi
yang cepat. Obat ditrnsfer dari plasma
kedalam interstisium dan ke cairan
intraseluler. Ini diikuti oleh fase
eliminasi yang lebih lambat selama
obat meninggalkan kompartemen
plasma dan dihilangkan dari tubuh,
misalnya oleh eliminasi ginjal atau
empedu atau biotrnsformasi hati.
Kalkulasi konsentrasi obat jika distribusi bersifat segera
Anggaplah bahwa proses eliminasi mulai pada
saat penyuntikan dan diteruskan selama fase
distribusi. Konsentrasi obat dalam plasma (C)
dapat diperhitungkan kembali ke waktu 0 ( saat
penyuntikan ) untuk menentukan Co yang
merupakan konsentrasi yang dicapai obat jika
fase distribusi terjadi secara segera. Misalnya,
jika 10 mg obat disuntikkan ke penderita dan
konsentrasi plasma yang diperhitungkan pada
waktu 0 adalah Co = 1,0 mg/L maka Vd = 1,0
mg/L = 10 L.
Distribusi obat yang tidak merata
antara kompartemen :

Volume distribusi menganggap bahwa obat itu


terdistribusi secara uniform dalam suatu kompartemen
tunggal. Namun, sebagian besar obat-obat terdistribusi
secara tidak merata kedalam bebrapa kompartemen dan
volume distribusi tidak menjelaskan suatu volume yang
nyata tetapi mencerminkan perbandingan obat dalam
ruangan ekstraplasma dengan yang didalam ruangan
plasma.
Tetapi, Vd berguna karena dapat digunakan untuk
menghilangkan jumlah obat yang diperhitungkan untuk
mendapatkan suatu konsentrasi plasma yang diinginkan.

Misalnya, anggaplah aritmia pada seorang penderita penyakit


jantung tdak dapat dikontrol dengan baik karena kadar digitalis
dalam plasma tidak kuat. Seharusnya konsentrasi obat dalam
plasma adalah C1 dan kadar digitalis yang diinginkan (diketahui
dari uji klinis) adalah konsentrasi yang lebih tinggi, C2 . Dokter
perlu tahu berapa banyak obat tambahan yang harus diberikan
untuk meningkatkan kadar obat dalam sirkulasi dari C1 ke C2.

•Vd . C1 = jumlah obat mula-mula dalam tubuh


•Vd . C1 = jumlah obat dalam tubuh yang diperlukan untuk
mencapai konsentrasi plasma yang diinginkan.
Efek dari suatu Vd yang besar terhadap waktu
paruh suatu obat
• Suatu Vd yang besar mempunyai suatu pengaruh yang penting
terhadap waktu paruh suatu obat, karena eliminasi obat tergantung
pada jumlah yang masuk ke hati atau ginjal (atau organ-organ lain
tempat terjadinya metabolisme) persatuan waktu.
• Masuknya obat ke organ-organ eliminasi bergantung tidak hanya pada
aliran darah tetapi juga pada fraksi obat yang ada dalam plasma. Jika
Vd suatu obat besar, sebagian besar obat didalam ruangan
ekstraplasmik dan tidak tersedia untuk alat-alat ekskresi. Oleh karena
itu, setiap faktor yang meningkatkan volume distribusi dapat
menyebabkan perpanjangan waktu paruh dan memperpanjang lama
kerja obat ( catatan : Vd yang luar biasa besarnya menunjukkan
adanya pengikatan obat yang hebat dalam organ atau kompartemen
tertentu.
Distribusi obat di dalam tubuh menurut ikatan konsep obat oleh material hayati. Setelah terabsorpsi dari system
gastrointestinal, sebagian obat terikat protein darah menuju vena porta dan diangkut ke hati. Di hati obat dapat
termetabolisme (first pass effect), obat utuh dan metabolitnya masuk ke sirkulasi sistemik, dimana fraksi bebas
(protein unbound) terdistribusi ke jaringan, reseptor dan ginjal untuk diekskresi. Obat yang telah terdistribusi
akan kembali lagi ke sirkulasi sistemik, mengulangi lagi proses semula.
Lanjutan....
Jika Vd suatu obat besar, sebagian besar obat dalam
ruangan ekstraplasmik dan tidak tersedia untuk
alat-alat ekskresi. Oleh karena itu setiap faktor yang
menigkatkan volume distribusi dapat menyebabkan
perpanjangan waktu paruh dan memperpanjang lama
kerja obat.
Catatan : Vd yang luar biasa besarnya menunjukkan adanya
peningkatan obat yang hebat dalam organ atau kompartemen
tertentu.

Distribusi obat tidak selalu merata ke seluruh
jaringan, dan luas distribusi ini tergantung berbagai
faktor, antara lain :
1. Sifat fisiko-kimiawi obat, biasanya yang berkaitan dengan
lipofilisitas
2. Rasio ikatan obat dengan protein atau mineral hayati darah dan
jaringan.
3. Vaskularisasi dan kecepatan aliran darah di jaringan dapat
bervariasi dari < 2 mL sampai > 500 mL darah/100 g
jaringan/menit.
4. Sifat kimawi jaringan , misalnya deposit lemak lebih menyukai
mengikat obat-obat lipofilik.
5. Keberadaan protein penolak di dalam jaringan, misalnya PgP
METABOLISME OBAT
Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi
perubahan zat kimia dalam jaringan bilogis yang
dikaatalis oleh enzim menjadi metabolitnya.
Proses metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan
reaksi fase II. Reaksi metabolisme yang
terpenting adalah oksidasi oleh enzim
cytochrome P450 (CYP).
LANJUTAN...
Proses alternatif yang memiliki kemungkinan menuju pada
penghentian atau perubahan aktivitas biologis adalah metabolisme.
Peran metabolisme dalam inaktivasi obat-obat larut lemak cukup luar
biasa. Sebagai contoh, barbiturate lipofilik seperti thiopental dan
pentobarbital mempunyai waktu paruh yang sangat panjang kalau
bahan tersebut tidak dimetabolisme menjadi senyawa larut air. Dalam
hal tertentu, sebagian besar biotransformasi metabolik terjadi pada
suatu tahap diantara penyerapan obat ke dalam sirkulasi umum dan
eliminasi melalui ginjalnya. Beberapa transformasi terjadi di dalam
lumen usus atau dinding usus. Secara umum, semua reaksi ini dapat
dimasukkan dalam satu dari dua kategori utama yang disebut
reaksi-reaksi fase I dan fase II. Metabolisme yang terjadi di usus halus
harus diperhitungkan pada saat pemberian obat secara oral oleh
karena isoform enzim sitokrom P450 ( CYP3A4) banyak dijumpai
dalam usus halus. Dapat dikatakan bahwa metabolime merupakan
proses awal dari ekskresi.
Reaksi Fase I
Fase I : reaksi-reaksi fase I berfungsi untuk mengubah
molekul yang lebih polar dengan cara menambahkan suatu
polar atau membuka gugus polar, seperti –OH atau –NH2 .
Metabolisme fase I bisa meningkatkan, mengurangi atau
tidak mengubah aktivitas farmakologik obat.
a. Reaksi-reaksi fase I menggunakan sistem P-450
b. Ringkasan sistem P-450
c. Reaksi fase I yang tidak melibatkan sistem P-450
Reaksi Fase II
Reaksi fase II : fase ini terdiri dari reaksi-reaksi konjugasi. Jika
metabolit dari metabolisme tersebut dapat diekskresikan oleh
ginjal. Namun, banyak metabolit yang sangat lipofilik untuk
ditahan dalam tubuli ginjal. Reaksi konjugasi lanjutan dengan
suatu substrat endogen seprti asam glukuronat, asam sulfurat,
asam asetat atau asam amino akan menghasilkan persenyawaan
yang polar, biasanya lebih larut dalam air yang paling sering
bersifat tidak aktif secara terapeutik.
Metabolisme obat mempunyai dua efek penting
1. Obat menjadi lebih hidrofilik- hal ini mempercepat
ekskresinya melalui ginjal karena metabolik yang
kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam
tubulus ginjal.
2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat
asalnya. Akan tetapi, tidak selalu seperti itu,
kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih
aktif) daripada obat asli.
Obat
Sebagian kecil obat,( misalnya galamin) polar karena
obat-obat ini terionisasi penuh pada pHfisiologis.
Obat-obat tersebut kalaupun dimetabolisme, hanya
sedikit dan pengakhiran kerjanya sangat tergantung
pada ekskresi ginjal. Akan tetapi sebagian besar obat
bersifat sangat lipofilik dan sering terikat pada
protein plasma.
Hati
Organ utama dalam metabolisme
obat adalah hati, namun
organ-organ lain seperti saluran
gastrointestinal dan paru-paru,
mempunyai aktivitas yang patut
dipertimbangkan. Obat yang
diberikan secara oral biasanya
diabsorpsi dalam usus halus dan
masuk ke sistem porta menuju
hati. Dihati obat ini mungkin
mengalami metabolisme secara
luas (misalnya lidokain, morfin,
propranolol).
Faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat
a. Induksi Enzim
Beberapa obat (misalnya fenobarbital, karbamazepin, etanol, dan
khususnya rifampisin) dan polutan (misalnya hidrokarbon aromatik
polisiklik dalam asap tembakau) meningkatkan aktivita
enzim-enzim metabolisme obat.
b. Inhibisi enzim
Inhibisi (penghambatan) enzim bisa menyebabkan interaksi obat
yang tidak diharapkan. Interaksi ini cenderung terjadi lebih cepat
daripada yang melibatkan induksi enzim karena interaksi ini segera
setelah obat yang dihambat mencapai konsentrasi yang cukup tinggi
untuk berkompetisi dengan obat yang dipengaruhi.
c. Polimorfisme Genetik
Ilmu tentang bagaimana faktor penentu genetik mempengaruhi
kerja obat disebut farmakogenetik. Respons terhadap obat
bervariasi antar satu individu dengan individu lainnya karena
variasi ini biasanya mempunyai distribusi Gaussian. Dalam
distribusi tersebut, diasumsikan bahwa faktor penentu respons
adalah multifaktorial. Akan tetapi, respons beberapa obat
menunjukkan variasi diskontinu dan pada kasus-kasus ini populasi
dapat dibagi menjadi dua kelompok atau lebih.
d. Usia
Enzim mikrosomal hepatik dan mekanisme ginjal berkurang pada
saat lahir, khususnya pada bayi kurang bulan. Kedua sistem tersebut
berkembang cepat selama 4 minggu pertama kehidupan. Terdapat
berbagai metode untuk menghitung dosis pediatric.

Pada usia tua, metabolisme obat oleh hati mungkin menurun, tapi
biasanya yang lebih penting adalah menurunnya fungsi ginjal. Pada
usia 65 tahun, laju filtrasi glumerolus (LFG) menurun sampai 30%,
dan tiap satu tahunberikutnya, menurun lagi 1-2% (sebagai akibat
hilangnya sel dan penurunan aliran darah ginjal).
Oleh karena itu, orang lanjut usia membutuhkan beberapa
obat dengan dosis lebih kecil daripada orang muda, khususnya
obat yang bekerja sentral (misalnya opioid, benzodiazepin,
antidepresean), dimana orang lanjut usia lebih sensitif (karena
perubahan yang belum diketahui di otak).
Ekskresi obat
Sama halnya seperti metabolisme, ekskresi
obat itu (unmetabolised) terdapat di banyak
organ, yaitu melalui empdu, feses, keringat, air
mata, saliva, air susu ibu, dan ekspirasi dalam
bentuk gas.
Jalur ekskresi Mekanisme Contoh
Urin Filtrasi glomeruli, sekresi aktif tubuli, Sebagian besar obat :dalam bentuk bebas (tidak terikat
difusi pasif protein darah)

Empedu Transpor aktif, difusi pasif, pinositosis Senyawa amonium kuaterner, strikhnin, kinin, digitoksin,
gol penisilin, streptomisin, gol tetrasiklin.

Usus halus Difusi pasif Asam organik bentuk ion, doksisiklin

Saliva Difusi pasif, transpor aktif, Gol penisilin, tetrasiklin, thiamin, desoksikolat, etanol,
eter
Paru Difusi pasif Kamfor, guayakol, minyak atsiri, amonium klorrida

Keringat Difusi pasif Asam dan basa organik lemah, thiamin

Air susu ibu Difusi pasif, transpor aktif Basa organik lemah, asam lemah, tirostatik, anestetik,
antikoagulan, eritromisin, dan antibiotik lain.
Ekskresi ginjal memegang tanggung jawab utama untuk eliminasi sebagian
besar obat. Obat terdapat dalam filtrat glomerulus, tapi bila larut lemak,
obat ini dapat direabsorpsi dalam tubulus ginjal melalui difusi pasif.
Metabolisme obat sering menghasilkan senyawa yang kurang larut lemak
sehingga membantu ekskresi ginjal.

Ekskresi bilier. Beberapa obat (misalnya dietilstilbestrol) terkonsentrasi


dalam empedu dan diekskresi ke dalam usus halus dimana terdapat
kemungkinan direabsorpsi. Sirkulasi enterohepatik ini memperpanjang
waktu keberadaan suatu obat dalam tubuh.

KLIRENS

Di dalam farmakokinetik klinik, peran Therapeutic
Drug Monitoring (TDM) yaitu:
Memantau kadar obat dalam darah pasien selama
proses farmakoterapi berlangsung, sangat penting
untuk keberhasilan terapi dan sekaligus
mengurangi efek yang tidak diinginkan. Karna
dengan memantau kadar obat dalam darah
sesudah pemberian dosis tertentu , akan diketahui
apakah kadar obat telah berada dalam kisaran
terapeutik (Shargel dkk, 2005)
KONSEP THERAPEUTIK WINDOW

TOKSIK

KONSENTRASI OBAT
DALAM PLASMA THERAPEUTIK
ATAU TEMPAT KERJA TERAPI OPTIMAL WINDOW
OBAT

INEFECTIVE
K
O
N
S KEGAGALAN TERAPI REGIMEN B
E
N
T
MINIMUM TOXIC CONCENTRATION
R
S
I
TERAPI SUKSES REGIMEN A
O
B
A MINIMUM EFFECTIV CONCENTRATION
T KEGAGALAN TERAPI

P
L
A
S WAKTU PEMBERIAN OBAT
M
A
Rancangan dan optimal pengaturan dosis
Setelah pemberian satu dosis obat, efeknya biasanya
menunjukkan pola sementara yang khas. Onset efek tersebut
didahului dengan periode lagi setelah itu efek meningkat sampai
maksimum, lalu menurun; jika kemudian tidak diberikan dois yang
baru, efek obat akhirnya menghilang.perjalanan waktu ini
menggambarkan perubahan-perubahan konsentrasi obat sebagai
farmakokinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasinya.

Dengan demikian, intensitas efek obat berkaitan dengan obat


berkaitan dengan konsntrasinya diatas konsentrasi efektif minimum,
sementara durasi efek obat terkait dengan lamanya kadar obat
diatas konsentrasi efektif minimum.
Secara umum, batas bawah rentang
terapeutik tampaknya hampir sama dengan
konsentrasi obat yang menghasilkan
setengah efek terapi terbesar terbesar yang
mungkin terjadi, dan batas atas rentang terapi
sedemikian hingga tidak lebih dari 5% sampai
10% pasien mengalami efek toksik.untuk
beberapa jenis obat, ini dapat berarti bahwa
batas atas rentang tidak lebih dari dua kali
batas bawah.
Untuk sejumlah obat tertentu, beberapa efek obat
mudah diukur ( seperti tekanan darah, gula darah ) dan
hal ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan dosis,
dengan menggunakan pendekatan trial-and-error.
Namun untuk kebanyakan obat, efeknya sukar
diukur ( atau obat diberikan untuk profilaksis ), memiliki
potensi toksisitas dan kurang berkhasiat, dan atau indeks
terapi sempit. Dalam keadaan seperti ini, dosis harus
disesuaikan secara hati-hati, dan dosis obat lebih dibatasi
oleh toksisitasdari pada oleh khasiat. Sehingga tujuan
terapi adalah menjaga kadar obat keadaan tunak dalam
jendela terapi.
Dosis Obat
Nilai bersihan dapat digunakan untuk
merencanakan regimen dosis. Idealnya, pada
pemberian obat, dibutuhkan keadaan
konsentrasi plasma yang stabil (steady-state
plasma concentration (Cpss)) dalam suatu
kisaran terapeutik yang diketahui.
Untuk pemberian secara oral, persamaan
menjadi :
F x dosis / Interval pemberian dosis = Clp x Cp, rata-rata
Jika kadar obat berada dibawah kadar efektif minimum
(KEM, atau minimum effective concentration, MEC),
obat tersebut tidak menimbulkan efek terapeutik.
Apabila kadar obat didalam darah melebihi kadar
toksik minimum (KTM, disebut pula nilai ambang
toksik, atau minimum toxic concentration, MTC), maka
umumnya nampak gejala toksisitas obat.
Dosis Muatan

Dosis Maintenance
Dalam pengobatan, lazimnya obat diberikan secara berulang selama beberapa
hari atau lebih lama lagi: pemberian dengan cara ini disebut dosis maintenance.
Cara pemeberian ini dimaksudkan agar kadar obat di dalam darah selalu
berada di dalam kisaran terapeutik yang secara klinik telah dibuktikan
berkolerasi dengan efek terapeutik obat.

Dalam kebanyakan situai klinis, obat diberikan dalam satu rangkaian dosis
berulang atau sebagai infus kontinu untuk memelihara konsentrasi obat tunak
dalam memenuhi jendela terapi. Oleh karena itu,perhitungan dosis
pemeliharaan yang tepat meerupakan tujuan utama. Unuk mempertahankan
konsentrasi tunak atau konsentrasi targrt yang dipilih, laju peberian obatperlu
ditentukan sehingga laju obat masuk sama dengan laju eliminasi.

Ada 4 parameter yang perlu diketahui yaitu :

1. Bersihan (suatu ukuran efisiensi tubuh dalam mengeliminasi obat)


2. Volume distribusi (suatu ukuran ruang dalam tubuh yang
mengandung obat)
3. Waktu paruh eliminasi (suatu ukuran laju pengeluaran obat dari
tubuh)
4. Ketersediaan hayati (suatu fraksi obat yang terabsorpsi kedalam
sirkulasi sistemik)
Bersihan (clearance)
Adalah konsep yang penting dalam farmakokinetik. Bersihan
merupakan volume darah atau plasma yang dibersihkan dari obat
dalam satuan waktu. Bersihan plasma dirumuskan dengan :
Clp = VD Kel
Kecepatan eliminasi = Clp x Cp. Bersihan adalah penjumlahan
nilai-nilai bersihan individual sehingga Clp = Clm (bersihan metabolik)
+ Clr (ekskresi ginjal). Bersihan, bukan t ½ menunjukkan kemampuan
hati dan ginjal untuk membuang obat.
Bersihan (clearance)
Adalah konsep yang penting dalam farmakokinetik. Bersihan merupakan
volume darah atau plasma yang dibersihkan dari obat dalam satuan
waktu. Bersihan plasma dirumuskan dengan :
Clp = VD Kel
Kecepatan eliminasi = Clp x Cp. Bersihan adalah penjumlahan nilai-nilai
bersihan individual sehingga Clp = Clm (bersihan metabolik) + Clr
(ekskresi ginjal). Bersihan, bukan t ½ menunjukkan kemampuan hati dan
ginjal untuk membuang obat.
Bersihan adalah laju eliminasi zat dari darah. Sistemik atau
jarak totaltubuh (Cltot) dihitung sebagai tingkat penghapusan
dibagi dengan konsentrasi serum, di mana eliminasi dapat
terjadi melalui mekanisme bersihan metabolik dan ginjal.

Pembersihan ginjal (Clr) adalah jumlah total obat


diekskresikan selama waktu tertentu dan akan tergantung
pada filtrasi glomerulus, sekresi tubular dan reabsorpsi
tubular.

Semua obat memiliki bersihan yang berbeda, dan ini penting


untuk mengetahui cara menentukan dosis yang tepat.
Beberapa obat memiliki bersihan yang tinggi, yang berarti
bahwa obat dikeluarkan dari darah dengan cepat oleh ginjal,
seperti furosemide diuretik. Lainnya memiliki bersihan rendah
karena ekskresi tidak efisien, sehingga hanya tingkat yang
rendah perlu diadministrasikan untuk mempertahankan
tingkat obat di dalam darah.
Dokter umumnya menghendaki konsentrasi keadaan tunak
obat pada rentang jendela terapeutik yang terkait dengan
khasiat terapeutik dan toksisitas minimum. Dengan
anggapan ketersediaan hayati terjadi sempurna atau 100 %
maka keadaan tunak akan terjadi ketika laju eliminasi sama
dengan laju pemberian/absorpsi obat.

Laju Pemberian = CL . Css (1-1)


Lanjutan…
• CL adalah bersihan sirkulasi sistemik dan Css adalah konsentrasi
keadaan tunak obat. Jika konsentrasi obat pada keadaan tunak
dalam plasma atau dalam darah diketahui , laju bersihan obat pada
pasien akan ditentukan oleh laju pemberian obat.

• Konsep bersihan sangat berguna dalam farmakokinetika klinis,


sebab nilainya unuk obat tertentu biasanya diatas rentang
konsentrasi klinis. Hal ini terjadi karena sistem eliminasi obat
seperti enzim pemetabolisme dan transporter biasanya buakan
sistem jenuh, sehingga laju mutlak eliminasi obat merupakan fungsi
linear konsentrasi dalam plasma, dengan kata lain, eliminasi
kebanyakan obat mengikuti kinetika orde pertama – sejumlah
konstan fraksi obat di dalam tubuh yang dieliminasi persatuan
waktu.
Lanjutan .......
• Jika mekanisme pada lingkungan tersebut bersihan obat akan
bervariasi dengan konsentrasi obat, sering mengikuti persamaan
berikut :
CL = vm/(Km + C ) ( 1- 2 )
• Km merupakan konsentrasi pada saat setengah laju eliminasi
maksimum dicapai ( dalam satuan bobot/volume) dan Vm sama
dengan laju eliminasi maksimum (dalam satuan bobot/waktu).
Persamaan ini mirip dengan persamaan Michaelis-Manten pada
kinetika enzim. Pengaturan dosis untuk obat tersebut menjadi
lebih sulit, dibandingkan jika eliminasi obat tersebut orde pertama
dan bersihan obat tidak tergantung pada konsentrasi obat.
• prinsip bersihan obat mirip dengan fisiologi ginjal, sebagai
contoh, bersihan kreatinin didefinisikan sebagai laju eliminasi
kreatinin di dalam urin dibandingkan terhadap konsentrasinya
didalam plasma. Secara sederhana, bersihan suatu obat adalah laju
eliminasinya melalui semua rute terhadap konsentrasi obat, C, di
dalam beberapa cairan biologis.
CL = Laju eliminasi/C ( 1-3 )

Oleh karena itu, jika bersihan tetap, laju eliminasi obat berbanding
lurus dengan konsentrasi obat. Perlu dicatat bahwa bersihan tidak
menunjukkan banyaknya obat yang dipindahkan tetapi lebih
merupakan volume cairan biologis seperti darah atau plasma temoat
obat akan dipindahkan sempurna agar terjadi eliminasi.
Lanjutan ...
• bersihan dengan bantuan berbagai organ eliminasi bersifat aditif.
Eliminasi obat dapat terjadi sebagai hasil dari proses yang terjadi di
ginjal, hati, dan organ lainnya. Laju eliminasi masing-masing organ
dibagi dengan konsentrasi obat (misalnya konsentrasi plasma ) akan
menghasilkan masing-masing bersihan organ tersebut. Jika
dijumlahkan, akan menjadi bersihan sistemik :
CLginjal + CLhati + CL lain = CL ( 1-4)
• Rute lain untuk proses eliminasi yaitu air liur atau keringat, sekresi
kedalam usus, dan metabolisme di tempat lain.
Lanjutan ....
CL = Dosis/AUC (1-5)
• AUC adalah luas total daerah dibawah kurva yang menggambarkan
konsentrasi obat didalam darah sebagai fungsi waktu ( dari nol sampai tak
terhingga )
Contoh :
❑ Bersihan plasma untuk sefaleksin adalah 4,3 ml.menit-1 . kg-1 , dengan
ekskresi obat dalam bentuk tidak berubah di dalam urin 90%. Untuk
seseorang dengan bobot badan 70 kg, bersihan dari plasma akan sebesar
300 ml/menit, dengan bersihan ginjal bertanggung jawab untuk 90% eliminasi
ini. Dengan kata lain, ginjal mampu mengekskresi sefaleksin dengan laju
pengeluaran sempurna ( bersih ) dari sekitar 270 ml plasma per menit.
Karena bersihan diasumsikan tetap pada pasien yang stabil, laju eliminasi
sefaleksin akan tergantung pada konsentrasi obat dalam plasma.
Lanjutan ....
❑ propanolol dibersihkan dari darah dengan laju 16 ml . menit-1 . kg -1 , atau (
1120 ml/menit pada orang dengan 70 kg), hampir seluruhnya melalui hati.
Jadi, hati dapat mengeluarkan obat yang terkandung dalam 1120 ml darah
per menit. Meskipun hati merupakan organ eliminasi yang dominan, bersihan
plasma beberapa obat melebihi laju aliran plasma ( dan darah ) ke organ ini .
Hal ini sering kali terjadi karena obat segera melakukan partisi kedalam sel
darah merah, dan laju pelepasan obat ke organ eliminasi lebih besar dari
konsentrasi dalam plasma hasil pengukuran.
❑ Hubungan antara bersihan plasma dan bersihan darah pada keadaan tubak
adalah :
CLp /CLb = Cb/Cp = 1 + H ( Crbc/ Cp – 1 ) ( 1-6)
Lanjutan ....
Oleh karena itu, bersihan dari darah dapat dihitung dengan membagi
bersihan plasma dengan perbandingan konsentrasi obat dalam darah
terhadap dalam plasma, yang diperoleh dari informasi tentang
hematokrit ( H = 0,45 ) dan perbandingan konsentrasi dalam sel darah
merah terhadap konsentrasi plasma.
Laju sampainya obat kedalam suatu organ merupakan hasil kali aliran
darah (Q) dan konsentrasi obat didalam arteri (CA ), sementara laju
keluarnya obat dari organ merupakan hasil kali aliran darah dan
konsentrasi obat dalam vena (CV). selisih kedua laju ini pada keadaan
tunak merupakan laju eliminasi obat :
Laju Eliminasi = Q . CA - Q . CV
= Q (CA - CV ) ( 1-7)
Lanjutan ...
pembagian persamaan ( 1-7) dengan konsentrasi
obat yang masuk ke organ eliminasi, CA
menghasilkan bersihan obat pada organ dengan
persamaan :
CLorgan = Q (CA – CV / CA ) = Q . E ( 1-8)

Pernyataan (CA – CV / CA ) dapat dianggap


sebagai perbandingan ekstraksi obat (E)
Persamaan Cockcroft-Gault & MDRD

• Persamaan MDRD :
Pada pria : GFR ( ml/menit/1,73 m² ) = 175 x (Scr)-1,154x (usia)-0,203
Pada wanita : GFR pada pria dikalikan 0,742

[ Scr = kreatinin serum dalam mg/dL, usia dalam tahun. Jika pasien
kelebihan berat badan atau kegemuka, dikalikan GFR yang diperoleh
dengan BSA/1,73 sehingga ditemukan GFR dalam ml/menit ]
Bersihan Hati
Konsep yang dikembangkan mempunyai implikasi
penting untuk obat yang dieliminasi melalui hati.
Mengingat bahwa suatu obat secara efisien
dihilangkan dari darah melalui proses hepatik –
metabolisme dan/atau ekskresi obat kedalam
empedu. Dalam hal ini, konsentrasi obat didalam
darah yang meninggalkan hati akan rendah,
perbandingan ekskresi akan mendekati satu, dan
bersihan obat dari darah akan akan dibatasi oleh
aliran darah hepatik.
Bersihan Ginjal
Bersihan ginjal suatu obat mengakibatkan adanya obat tersebut diurin,
perubahan sifat farmakokinetika obat karena kelainan pada ginjal
dapat juga dijelaskan dengan konsep bersihan. Namun kompleksitas
yang berhubungan dengan filtrasi, sekresi aktif, dan reabsorpsi, harus
diperhitungkan.
Laju filtrasi suatu obat tergantung pada volume cairan yang melewati
glomerulus dan konsentrasi obat yang tidak terikat didalam plasma,
karena obat yang terikat dengan protein tidak difiltrasi.
Laju sekresi obat melalui ginjal akan tergantung pada bersihan
intrinsik obat transporter dalam sekresi aktif dan juga dipengaruhi oleh
ikatan obat pada protein plasma, tingkat kejenuhan transporter ini, dan
laju pelepasan obat ke tempat sekresi.
Volume Distribusi (VD)
Volume distribusi adalah volume yang menunjukkan distribusi
obat. Pada suntikan intravena :
VD = dosis/C0
Nilai VD < 15 L menunjukkan bahwa obat dipertahankan dalam
kompartemen vaskular. Nilai VD < 15 L menunjukkan bahwa
obat terbatas pada cairan ekstraseluler, sementara volume
distribusi yang besar menunjukkan distribusi diseluruh cairan
tubuh total atau konsentrasi pada jaringan tertentu. Volume
distribusi dapat digunakan untuk menghitung bersihan obat.
Waktu paruh

Waktu paruh sangat berguna karena menunjukkan waktu
yang diperlukan untuk mencapai 50% dari keadaan mantap
atau menurun 50% dari kondisi keadaan yang mantap
setelah suatu perubahan dalam laju pemberian obat.
Suatu perubahan dalam t ½ tidak perlu menggambarkan
suatu perubahan dalam eliminasi obat. Contoh :
pasien-pasien dengan gagal ginjal kronis mengalami
penurunan klirens ginjal dari digoxin dan juga penurunan
volume distribusi; peningkatan waktu paruh digoxin tidak
sebesar kemungkinan yang diharapkan berdasarkan
perubahan dalam fungsi ginjal.
Laju Ketersediaan Hayati
Ketersediaan hayati adalah Jumlah obat yang mencapai sirkulasi sistemik
dipengaruhi oleh dosis pemberian dan juga oleh fraksi dosis, F, yang
diabsorpsi dan tidak mengalami eliminasi lintas pertama.
Dengan mengetahui perbandingan ekstraksi (EH ) suatu obat melewati
hati, ketersediaan hayati maksimum setelah pemberian oral (Fmax ) dapat
diperkirakan, dengan mengasumsikan bahwa eliminasi hepatik
mengikuti proses orde pertama:
Fmax = 1 – EH = 1 – (CLhepatik / Qhepatik )

Oleh karena itu, jika bersihan darah hepatik obat tersebut relatif lebih
besar dari aliran darah hepatik, tingkat ketersediaan hayati akan rendah
jika obat diberikan secara oral ( misalnya untuk lidokain )
Penurunan ketersediaan hayati ini merupakan fungsi
dari tempat fisiologis terjadinya absorpsi, dan tidak
ada modifikasi bentuk sediaan apapun tidak akan
memperbaiki ketersediaan hayati pada kondisi
kinetik linear. Absopsi yang tidak sempurna
dan/atau metabolisme di usus setelah pemberian
oral, pada praktiknya Kn menurunkan harga F
maksimim yang diperkirakan.
Kurva konsentrasi plasma versus waktu
Kurva konsentrasi plasma (KKP) versus waktu dihasilkan dengan
mengukur konsentrasi obat dalam sampel plasma yang diambil
pada berbagai jarak waktu setelah suatu sediaan obat diberikan.

Konsentrasi obat dalam tiap sampel plasma “diplot” pada kertas


grafik koordinat rektangular terhadap waktu yang sesuai dengan
pengambilan sampel plasma. Setelah obat mencapai sirkulasi
umum, konsentrasi obat plasma akan naik sampai ke suatu
maksimum.
TERIMA KASIH

Das könnte Ihnen auch gefallen