Sie sind auf Seite 1von 14

1.

1 Latar belakang

BAB 1. PENDAHULUAN

Obstruksi Intestinal (ileus) merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang sering dijumpai. Sekitar
20% pasien datang kerumah sakit datang dengan keluhan nyeri abdomen karena obstruksi pada saluran
cerna, 80% terjadi pada usus halus.Obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana menghambat proses pencernaan secara normal (Sjamsuhidayat, 2005).

Penyakit ini sering terjadi pada individu yang memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang rendah
serat, dari kebiasaan tersebut akan muncul permasalahan pada kurangnya membentuk massa feses
yang menyambung pada rangsangan peristaltik usus, kemudian saat kemampuan peristaltik usus
menurun maka akan terjadi konstipasi yang mengarah pada feses yang mengeras dan mampu
menyumbat lumen usus sehingga menyebabkan terjadinya osbtruksi (Mansjoer, 2001).

Salah satu pelayanan kesehatan yang di lakukan di rumah sakit adalah pelayanan pembedahan. Sejalan
dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, prosedur tindakan pembedahan pun mengalami
kemajuan pesat. Salah satu cara penanganan pada pasien dengan obstruksi ileus adalah dengan
pembedahan laparotomi, penyayatan pada dinding abdomen. Obstruksi ileus dapat terjadi pada setiap
usia. Namun penyakit ini

sering dijumpai pada orang dewasa (Smeltzer, 2002).

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah sebagai berikut.

1. Apa pengertian dari obstruksi intestinal?

2. Obstruksi apa saja yang dapat terjadi pada sistem pencernaan?

3. Apa penyebab dan manifestasi klinis dari berbagai macam obstruksi yang terjadi

pada sistem pencernaan?

4. Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Penulis dapat mempelajari asuhan keperawatan pada pasien obstruksi ileus

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui yang dimaksud dengan Intestinal Obstruktif.

2) Mengetahui etiologi Intestinal Obstruktif


3) Mengetahui patofisiologi Intestinal Obstruktif

4) Mengetahui manifestasi klinis Intestinal Obstruktif

5) Mengetahui apa saja yang termasuk komplikasi Intestinal Obstruktif

6) Mengetahui pemeriksaan Intestinal Obstruktif

1.4 Manfaat penulisan

Memberikan wawasan dan pemahaman pada penulis dalam memberikan dan menyusun
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien obstruksi intestinal

2.1 Definisi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Obstruksi usus adalah penyumbatan yang terjadi di dalam usus. Kondisi ini dapat menyebabkan
peredaran makanan atau cairan di dalam saluran pencernaan menjadi terganggu. Obstruksi usus bisa
terjadi di dalam usus halus atau besar dan sifatnya bisa parsial (sebagian) atau total. Pada kasus
obstruksi usus parsial, sedikit makanan atau cairan masih bisa melewati usus. Sedangkan pada kasus
obstruksi usus total, tidak ada apa pun yang bisa melewati usus.

Obstruksi usus terjadi ketika aliran normal isi intraluminal terganggu. Obstruksi dapat fungsional (karena
fisiologi usus yang abnormal) atau karena obstruksi mekanik, yang dapat bersifat akut atau kronis.
Obstruksi usus kecil yang mengarah pada dilatasi usus dan retensi cairan dalam obstruksi lumen
proksimal, obstruksi distal sementara, karena isinya luminal, sehingga usus terdekompresi. Jika usus
dilatasi berlebihan, atauterjadi pencekikan, perfusi ke usus dapat dikompromikan terkemuka nekrosis
atau perforasi, komplikasi yang meningkatkan kematian terkait dengan obstruksi usus kecil.

2.2 Epidemiologi

Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia adalah hernia, baik sebagai penyakit obstruksi sederhana
(51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%). Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera
permukaan jaringan sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan, atau mekanisme trauma lainnya.

Dalam menjalani sedikitnya sekali operasi intra abdomen, akan berkembang adhesi 1 kali hingga >10
kali. Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinis yang penting. Di negara maju, adhesi intra
abdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digesif yang
memerlukan tindakan reoperasi, 30- 40% disebabkan obstruksi usus akibat adhesi. Pada obstruksi usus
halus, proporsi ini meningkat hingga 65-75 %.

2.3 Etiologi

Berikut ini adalah penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus.
1. Hernia inkarserata, yaitu usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola
secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini
tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan hemiotomi segera.

2. Non hernia inkarserata, antara lain:

a. Adhesi atau perlekatan usus, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat berupa
perlengketan dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa setempat ataupun luas. Umunya berasal dari
rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak
disertai

strangulasi.

b. Invaginasi atau disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada dewasa.
Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya
berupa intususepsi ileosekal yang masuk kekolon asenden dan mungkin terus sampai keluar dari
rektum. Hal inidapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengankomplikasi
perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan
dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.

c. Askariasis, yaitu cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya puluhan
hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana- mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum
terminal yang merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu
gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat
pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami
volvulus, strangulasi, dan perforasi.

d. Volvulus, yaitu suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus
sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun pemuntiran terhadap aksisradiimesenterii sehingga
pasase makanan terganggu. Pada usus halusagak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus
didapat dibagian ileum dan mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus
obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi.

c. Tumor tergolong jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika menimbulkan invaginasi. Proses
keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal
ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan
usus.

f. Batu empedu yang masuk ke ileus dapat berupa inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu
empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstruktif dibedakan menjadi:

a. Ileus obstruktif letak tinggi, yaitu obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai ileumterminal).

b. lleus obstruktif letak rendah, yaitu obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai
rektum).

Selain itu, ileus obstruktif dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara lain:

a. Obstruksi sebagian (partial obstruction), yaitu obstruksi yang terjadi sebagian, sehingga makanan
masih bisa lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.

b. Obstruksi sederhana (simple obstruction), yaitu obstruksi/ sumbatan yang tidak disertai terjadinya
pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).

c. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction), yaitu obstruksi disertai dengan terjepitnya pembuluh
darah, sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren.

2.5 Patifisiologi/Patogenesis

Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi. Usus yang berdilatasi
menyebabkan penumpukan cairan dan gas. Distensi yang menyeluruh menyebabkan pembuluh darah
tertekan sehingga suplai darah berkurang(iskemik), dapat terjadi perforasi. Dilatasi dan dilatasi usus oleh
karena obstruksi menyebabkan perubahan ekologi, kuman tumbuh berlebihan sehingga potensial untuk
terjadi translokasi kuman.Gangguan vaskularisasi menyebabkan mortalitas yang tinggi, air dan elektrolit
dapat hilang dari tubuh karena muntah. Dapat terjadi syokhipovolemik, absorbsi dari toksin pada usus
yang mengalami strangulasi.

Normalnya, fungsi utama dari usus kecil adalah untuk mencerna dan menyerap nutrisi. Mikrovili dan
lipatan melingkar (yaitu, valvula conniventes, circulares plika atau katup dari Kerkring) meningkatkan
luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan dan menyebabkan isi usus untuk memutar sementara
mengalir melalui usus kecil. Lipatan ini melingkar dan dapat dilihat dalam studi radiografi. Usus kecil
relatif bebas dari mikroba, sedangkan usus besar diisi dengan bakteri komensal yang membantu
pencernaan, mensintesis sejumlah vitamin, dan memecah bilirubin.

Obstruksi menyebabkan pelebaran sumbatan progresif pada usus proksimal, sementara sumbatan pada
usus distal akan dekompresi isinya sebagai luminal. Udara yang tertelan dan gas dari fermentasi bakteri
dapat menumpuk, menambah distensi usus.

Sebagai proses yang terus menerus, dinding usus menjadi edema, fungsi serap normal akan hilang, dan
cairan diasingkan ke dalam lumen usus. Mungkin juga ada kerugian transudative cairan dari lumen usus
ke dalam rongga peritoneum. Dengan obstruksi usus proksimal, emesis berkelanjutan menyebabkan
hilangnya tambahan cairan yangmengandung Na, K, H, dan Cl, dan alkalosis metabolik. Kehilangan
cairan ini dapat menyebabkan hipovolemia. pertumbuhan bakteri yang berlebihan juga dapat terjadi di
usus kecil proksimal, yang biasanya hampir steril, dan emesis dapat menjadi keruh.
Jika usus dilatasi berlebihan, pembuluh intramural dari usus kecil menjadi terganggu dan perfusi ke
dinding usus berkurang. Jika perfusi ke segmen usus tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan, iskemia akan terjadi, yang pada akhirnya akan menyebabkan nekrosis dan
perforasi.

2.6 Manifestasi Klinis

1. Obstruksi sederhana

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran
banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi,maupun oleh muntah.
Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus
proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun
obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai
perasaan tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang
dihasilkansemakin fekulen.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan
dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat dapat minimal atau
tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang
meningkat dan "metallic sound" dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi didaerah
distal.

2. Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu
diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hemia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa
nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan
operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.

3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri Nyeri biasanya akibat sumbatan
biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau
peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah
gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah
timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi
kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus.

Pada keadaan valvula Barchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi
sekum karena tekanannya paling tinggi dandindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan
menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan
akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan
adanya strangulasi.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat jenis bisa meningkat
dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik. Leukosit normal atau sedikit
meningkat, jika sudah tinggi, kemungkinan sudah terjadi peritonitis. Kimia darah sering terjadi adanya
gangguan elektrolit. Foto polos abdomen sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosa ileus
obstruksi. Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk
melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi.
Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.

Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan level udara yang banyak, distensi usus bagian
proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksiusus halus. Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai
distensi usus yang terbatas dengan gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat.
Pada gambaran radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti bingkai dari
dinding abdomen. Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium
kontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma dan bahkan bisa
langsung dilakukan biopsi.

2.9 Penatalaksanaan Medis

Pada umumnya, penderita obstruksi usus parsial tidak perlu menjalani operasi. Dokter biasanya hanya
akan merekomendasikan makanan-makanan khusus berserat rendah agar bisa dicerna dengan mudah
oleh penderita. Penderita diharuskan untuk terus mengonsumsi makanan tersebut sampai obstruksi
usus parsial sembuh dengan sendirinya. Jika kondisi ini tidak kunjung membaik, maka dokter
kemungkinan akan menyarankan operasi. Operasi juga akan disarankan bagi penderita obstruksi usus
total.

Beberapa jenis operasi yang dilakukan kasus obstruksi usus adalah:

a. Laparoskopi, yaitu prosedur yang biasanya diterapkan pada penderita adhesi usus atau pada
penyumbatan yang belum terlalu besar. Dokter akan memasukkan alatkhusus yang disebut laparoskop
melalui sebuah irisan kecil di perut.

b. Laparotomi, yaitu prosedur yang dilakukan oleh dokter dengan membuat irisan di perut untuk
mencari tahu penyebab penyumbatan usus, kemudian mulai melakukan penanganan.

c. Kolonoskopi, yaitu prosedur yang biasanya diterapkan pada kasus obstruksi usus akibat usus yang
terpelintir. Dokter akan memasukkan selang khusus yang dilengkapi kamera dan lampu di ujungnya
bersamaan dengan selang karet panjang (flatus tube) untuk mengurangi tekanan di dalam usus dan
menguraikan organ tersebut.

d. Pemasangan stent endoskopik, yaitu prosedur yang dilakukan dengan metode pengobatan obstruksi
usus ini biasanya diterapkan pada penderita yang sudah lanjut usia atau pada pasien sakit kanker yang
menjalani perawatan paliatif. Stent digunakan untuk menyangga usus agar tetap terbuka. Pemasangan
alat ini dilakukan melalui endoskopi.
e. Kolostomi, yaitu prosedur yang biasa diterapkan pada kasus obstruksi usus parah. Dokter akan
membuat stoma atau lubang alternatif untuk mengalirkan kotoran keluar dari tubuh ke dalam kantung
plastik.

BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

3.1 Pengkajian

OBSTRUKSI INTESTINAL

a. Identitas Klien

Nama: -

Umur: Sekitar 50% obstruksi mekanik terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua. Volvulus (usus
yang terpelintir) sebagai penyebab obstruksi paling sering terjadi pada pria usia tua. Penyebab obstruksi
akibat intususepsi (invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya) hampir selalu
ditemukan pada bayi dan balita.Jenis Kelamin: Rata-rata rasio perbandingan perempuan lebih banyak
daripada laki-laki (rasio perbandingan 3:2).

Alamat: -

Agama:-

Pendidikan:-

Pekerjaan: -

Diagnosa medis: Obstruksi Intestinal

b. Pengkajian anamnesis

1) Keluhan utama yang didapatkan sesuai dengan kondisi klinik areaobstruksi, tidak dapat flatus atau
buang air besar, mual.Contoh : Obstruksi pada proksimal maka keluhan utama adalah muntah;

Obstruksi pada bagian distal maka keluhan utama adalah nyeri kolik abdomen.

2) Riwayat penyakit

a) Obstruksi Usus Halus

Riwayat pembedahan abdominal, trauma abdomen, infeksi abdominal khususnya peritonitis, riwayat
tumor, dan keganasan utama pada ovarium dan kolon.

b) Obstruksi Usus Besar

Riwayat penyakit sekarang (penurunan kemampuan flatus atau BAB secara progresif atau tiba-tiba).
Pada kondisi tumor atau keganasan, penyakit divertikulum, maka keluhan terjadi secara perlahan-lahan.
Namun, setelah terjadi obstruksi komplet, keluhan nyeri dan distensi abdomen bersifat mendadak. Pada
obstruksi usus besar perforasi, ditemukan keluhan awal ketidaknyamanan abdominal yang berlanjut
dengan nyeri hebat pada abdomen (kolik) dan disertai dengan keluhandemam (Dite, 2003).

c) Riwayat penyakit dahulu adanya konstipasi secara kronis dan perubahan warna feses yang bisa
bercampur dengan darah.

c. Pola Kesehatan Fungsional

1) Pola persepsi sehat

Pemahaman klien tentang masalah kesehatan, meliputi pengalaman, fungsi kognitif, dan nilai yang
dianut. Klien harus mengerti kondisi yang dialami dan dapat mengambil keputusan atas tindakan
selanjutnya

2) Manajemen Kesehatan

Dilakukan sebelum prosedur pembedahan, meliputi pertanyaan mengenai sesuatu hal yang dilakukan
klien ketika terjadi masalah kesehatan terutama yang berkaitan dengan obstruksi intestinal. Pengkajian
meliputi pengelolaan sumberdaya, akses fasilitas kesehatan, transportasi, dan sumbervpembiayaan.

3) Pola nutrisi metabolik

Untuk mengukur keberhasilan tindakan, maka diperlukan pengukuran status nutrisi dan dilakukan
sebelum dan sesudah tindakan pembedahan. Pada pasien dengan obstruksi intestinal kronis maka
terjadi penurunan berat badan bermakna. Status nutrisi yang baik akan mempercepat proses
penyembuhan luka pasca pembedahan. Jika pasien mengalami kekurangan nutrisi, maka proses
rehabilitasi akan berlangsung lama.

4) Pola Eliminasi

Pola eliminasi terutama BAB pasien obstruksi intestinal mengalami gangguan, seringkali terjadi
konstipasi akibat distensi abdomen yang menyebabkan penyempitan kolon. Pengkajian pola eliminasi
prapembedahan dan pascapembedahan harus dilakukan untuk menilai keberhasilan prosedur. Selain
itu, pengkajian urin output harus dilakukan karena erat kaitannya dengan keseimbangan cairan.

5) Pola Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik sehari-hari pasien tidak mengalami banyak permasalahan,hanya saja karena adanya nyeri
tekan abdomen, pasien akan mengalami gangguan atau ketidaknyamanan ketika melakukan aktivitas
fisik. Aktivitas fisik harus dibatasi setelah prosedur pembedahan untuk mengurangi risiko cedera dan
untuk mempercepat proses pemulihan.

6) Pola Tidur/ Istirahat


Pada pasien dengan obstruksi intestinal akan mengalami masalah tidur yang berkaitan dengan nyeri
yang ditimbulkan akibat obstruksi. Jika nyeri hilang. maka kualitas tidur pasien akan baik. Pasien yang
telah melakukan prosedur pembedahan akan diberikan analgesik sampai nyeri hilang.

7) Pola Persepsi-Kognitif

Pengkajian ini meliputi kemampuan pasien dalam mengambil keputusan atas tindakan selanjutnya
terkait dengan penyakit yang diderita.

8) Pola Persepsi Diri dan Konsep Diri

Fokus pengkajian pola persepsi diri dan konsep diri pasien dengan obstruksi intestinal adalah terkait
dengan peran diri. Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya merasa kehilangan fungsi dalam
keluarganya.

9) Pola Hubungan

Sebelum dilakukan prosedur pembedahan, pasien mengalami ketidakmampuan untuk berhubungan


dengan lingkungannya secara normal akibat ketidaknyamanan dalam melakukan aktivitas fisik. Masalah
ini akanterselesaikan jika ketidaknyamanan dalam melakukan aktivitas fisik teratasi.

10) Pola Aktivitas Seksual

Sebelum melakukan prosedur pembedahan, pasien mengalami ketidaknyamanan dalam beraktivitas


yang menyebabkan hambatan aktivitas seksual secara normal.

11) Pola Stress dan Koping

Sebelum dilakukan prosedur pembedahan, akan muncul stressor dalam diripasien terkait dengan
prosedur-prosedur pembedahan. Pasien akan mengalami stress terutama kecemasan dikarenakan
menderita penyakit obstruksi intestinal yang belum pernah dialami sebelumnya.

12) Pola Keyakinan

Pengkajian berfokus pada nilai-nilai keyakinan yang dianut oleh pasien yang bertentangan dengan nilai-
nilai keperawatan. Jika nilai-nilai keyakinan yang dianut pasien merugikan, maka perawat harus
memberikan penjelasan agar tidak memperburuk kondisi pasien. Jika nilai-nilai keyakinan pasien tidak
merugikan kesehatan, maka perawat harus mampu mempertahankan nilai keyakinan tersebut.

d. Pemeriksaan fisik

1) Sistem Respirasi

Dilakukan sebelum proses pembedahan, meliputi:

a) Pola pernapasan, irama, kedalaman, penggunaan otot tambahan.

b) Riwayat batuk yang lama.


c) Pemeriksaan taktil fremitus untuk mengetahui adanya penumpukan

cairan dan kesimetrisan pengembangan paru.

d) Pengkajian oksigenasi, meliputi sianosis, pucat, napas pendek, tanda

hipoksia, dan kesulitan bernapas.

2) Sistem Urinaria

Pemeriksaan difokuskan pada tanda-tanda penyakit ginjal kronis yang berhubungan dengan adanya
proses infeksi dan pengobatan.

3) Sistem Persyarafan

Fokus pemeriksaan yaitu gangguan pada sistem persayarafan. Pasien dengan gangguan sistem
persyarafan akan mengalami kelambatan dalam proses penyembuhan.

4) Sistem Imunologi

Pemeriksaan fokus pada kelenjar limfe, bila ada infeksi maka terjadi pembengkakan kelenjar linfe.

5) Sistem Kardiovaskuler

Pemeriksaan sistem ini penting dilakukan. Biasanya masalah yang munculbadalah akibat dari rasa nyeri
dan pengobatan yang diberikan.

6) Sistem Integumen

Pemeriksaan fisik sistem integumen pada pasien dengan obstruksi intestinal penting dilakukan. Hal ini
erat kaitannya dengan keseimbangan cairan.Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui status hidrasi
pasien. Pada pasien dengan obstruksi intestinal sering mengalami gangguan pada sistem ini.

7) Sistem Muskuloskeletal

Pasien obstruksi usus tidak mengalami keluhan pada sistem ini, sedangkan pasien post laparotomi dapat
ditemukan penurunan aktivitas fisik karena nyeri.

8) Sistem Gastrointestinal

Pemeriksaan sistem ini paling penting dilakukan, meliputi inspeksi usus halus dan usus besar didapatkan
adanya distensi abdominal. Tanda adanya hernia inkarserata. Pemeriksaan rektum dan feses akan
didapatkan adanya perubahan warna feses. Auskultasi usus halus pada fase awal didapatkan
peningkatan bising usus sebagai usaha untuk mengatasi obtsruksi dan bila

tidak didapatkan bising usus dicurigai adanya kondisi perforasi, sedangkan auskultasi usus besar pada
fase awal didapatkan penurunan bising usus dan berlanjut dengan hilangnya bising usus. Perkusi timpani
akibat abdominal mengalami kembung. Pemeriksaan palpasi didapatkan teraba massa pada abdominal,
lebih sering didapatkan pada kuadran kanan bawah.

e. Evaluasi diagnostik/ Pengkajian diagnostik/ Pemeriksaan Penunjang (Hryhorczuk, 2009)

1) Laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit atau metabolik.

2) Foto polos abdomen dengan dua posisi, yaitu posisi tegak dan posisi berbaring untuk mendeteksi
obstruksi intestinal pola gas usus

3) USG untuk mendeteksi kelainan intraabdominal.

4) Pemeriksaan dengan kontras tidak dilakukan apabila kondisi klinis sudahbmengarah pada peritonitis.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

3.2.1 Diagnosa Keperawatan preoperasi pasien dengan obstruksi ileus sebagai berikut.

a. Nyeri kronis berhubungan dengan distensi abdomen.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang
kurang adekuat.

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

d. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

e. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan ketidakmampuan usus mereabsorbsi cairan


elektrolit.

f. Konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon.

g. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.

3.2.2 Diagnosa Keperawatan pascaoperasi pasien dengan obstruksi ileus sebagai berikut.

a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan.

b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entrée luka pasca bedah laparoskopi atau
laparotomi.

c. Risiko injuri b.d. pascaprosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi
obstruksi usus halus.

3.3 Intervensi Keperawatan


Rencana keperawatan atau intervensi adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
mengurangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan atau kriteria hasil.

3.3.1 Intervensi Keperawatan Preoperasi

a. Diagnosa 1: Nyeri kronis berhubungan dengan distensi abdomen. Nyeri kronis adalah pengalaman
sensorik dan emosional tidak menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau
digambarkan sebagai suatu kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan
hingga berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung lebih dari tiga(>3) bulan.

Kriteria hasil:

a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan).

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.

c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri).

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

Intervensi:

1) Lakukan manajemen nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/ durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas/ beratnya nyeri dan faktor pencetus.

2) Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara efektif.

3) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (seperti, biofeedback, TENS, hypnosis, relaksasi, relaksasi,
terapi musik, akupressur, aplikasi panas/

dingin dan pijatan).

4) Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan.

5) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lainnya, mengenai efektifitas tindakan tindakan
pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan sebelumnya.

6) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(sushu ruangan, pencahayaan, kebisingan).

7) Dukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri.

8) Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik.


b. Diagnosa 2: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh: asupan nutrisi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolik.Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh adalah
asupanbnutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

Kriteria Hasil:

1) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan.

2) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

3) Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.

4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.

Intervensi:

1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisiyang dibutuhkan pasien.

2) Berikan makanan yang terpilih.

3) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

4) Monitor adanya penurunan berat badan.

5) Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi.

6) Monitor turgor kulit.

7) Monitor mual muntah.

8) Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan konjungtiva.

c. Diagnosa 3: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangancairan aktif.

Kekurangan volume cairan adalah penurunan cairan intravaskuler,interstisial, dan atau intraselular. Ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangancairan saja tanpa perubahan kadar natrium.

Kriteria Hasil:

1) Keseimbangan elektrolit dan asam basa, keseimbangan cairan, hidrasi yang adekuat, dan status
nutrisi: asupan makanan dan cairan yang adekuat.

2) Keseimbangan elektrolit dan asam basa akan dicapai.

3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

4) Turgor kulit baik, membran mukosa lembab.

5) Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.


6) Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam.

Intervensi:

1) Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan

2) Observasi khususna terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit

3) Pantau perdarahan

4) Identifikasi factor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi

5) Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan

6) Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural

7) Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu

8) Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada pasien sakit terminal
tepat dilakukan

9) Manajemen cairan.

Das könnte Ihnen auch gefallen